Berdasarkan catatan Greenpeace, Indonesia saat ini memiliki 50.875 kilometer persegi terumbu karang yang merupakan 18% dari jumlah total terumbu karang yang ada di dunia.
Sayangnya, berbagai masalah terkait lingkungan hidup seperti kualitas air yang buruk, kemunculan predator dan naiknya suhu air menjadi ancaman terbesar bagi salah satu kekayaan laut kita ini.
Teknologi Biorock yang berasal dari Jerman ini telah berhasil mengembalikan kondisi ideal perairan yang ramah untuk pertumbuhan terumbu karang.
Kondisi ideal dan energi yang cukup ini terbukti mampu meningkatkan peluang kelangsungan hidup serta memungkinkan karang tumbuh lebih cepat. Salah satu lokasi terumbu karang yang telah berhasil direstorasi berlokasi di Pemuteran, Bali.
Atas keberhasilan ini, Biorock Indonesia masuk ke dalam daftar Finalis Kategori Inovasi di Tourism for Tomorrow Award yang diselenggarakan April lalu di Buenos Aires. Tahap penjurian dimulai dengan usulan Kementerian Pariwisata, Penjurian Lapangan hingga pengumuman.
Biorock yang diwakili oleh Executive director Biorock Indonesia, Prawita Tasya Karissa bersama Ketua Yayasan Karang Lestari Teluk Pemuteran, Agung Bagus Mantra dan perwakilan Kementerian Pariwisata menjadi satu-satunya wakil asal Indonesia.

Biorock Sulap Desa Pemuteran Menjadi Lokasi Restorasi Terumbu Karang Terbesar Dunia
Prestasi Biorock diraih melalui langkah panjang. Desa Pemuteran yang menjadi lokasi restorasi, dulunya merupakan desa nelayan yang miskin.
Karang dan garis pantai hampir sepenuhnya musnah melalui akibat praktik penangkapan ikan yang merusak yang melibatkan dinamit atau sianida.
Namun, berkat proyek komunitas untuk menanam kembali terumbu karangnya, sekarang menjadi tujuan ekowisata yang berkembang.
Sejak tahun 2000, penduduk desa telah menanam lebih dari 70 ‘bio-rock’ di area seluas dua hektar, yang struktur kimianya memungkinkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (hingga 2-10 kali lebih cepat daripada teknologi lain) di antara anakan karang.
Upaya Biorock berhasil mengubah wajah Pemuteran yang sekarang menjadi lokasi pembibitan terumbu karang dan proyek restorasi terumbu karang terbesar di dunia.
Berdasarkan data survei COREMAP tahun 2007, terumbu karang Indonesia berada dalam kondisi sangat sehat. Tapi di tahun 2017, dalam buku “Status Terumbu Karang di Indonesia” LIPI menyebutkan hanya 6,39% yang berada dalam kondisi sangat baik, 23,40% baik, 35,06% cukup, dan 35,15% jelek.
Selain Pemuteran, masih banyak lokasi yang perlu mendapat perhatian lebih. Lantas pelajaran apa yang bisa diambil dari Tourism for Tomorrow Award lalu ini?

Pariwisata Harus Memberikan Solusi Terhadap Masalah yang Mereka Ciptakan Sendiri
Pengembangan sektor pariwisata di manapun selalu berisiko. Baik itu konflik pemeliharaan sumber daya alam dengan masyarakat lokal dan masalah lainnya.
Untuk menjaga kondisi alam tetap baik tanpa menekan potensi pariwisata yang ada, pemerintah setempat dan pelaku pariwisata perlu melakukan kerja sama dengan pengelola dan masyarakat setempat terkait pemeliharaan dan pemecahan berbagai masalah yang muncul.
Bisnis Akan Mendengarkan Bisnis yang Lainnya
Konservasi yang dilakukan tanpa memandang posisi masyarakat dan pengelola pariwisata sangat jarang bisa berjalan dengan mulus karena pesisir dan laut adalah bagian dari mereka juga.
Mengemas konservasi dalam bentuk yang lebih kreatif seperti bisnis (pariwisata) tentunya akan lebih menarik minat para pengusaha. Dengan begitu, segala langkah konservasi pun akan berjalan lebih mudah dengan tingkat keberhasilan yang lebih tinggi.
Jika Anda tertarik untuk tahu lebih jauh bagaimana proses restorasi terumbu karang yang dilakukan Biorock, Anda bisa ikut berperan aktif dengan mendaftarkan diri di [email protected].
Selain bisa berdonasi, Anda juga bisa mengikuti berbagai kegiatan dari Biorock seperti workshop dan berbagai aktivitas menarik lainnya!