New York 7 Juni 2017
Beberapa bulan terakhir Indonesia sering diberitakan mengenai kerusakan terumbu karang misalnya akibat kapal tongkang di Karimunjawa dan Kapal Caledonian Sky di Raja Ampat.
Kerusakan terumbu karang sebenarnya bukan hanya karena kapal, namun bisa juga karena polusi, kegiatan perikanan yang merusak, wisata dan pembangunan tidak ramah lingkungan, serta pemanasan global.
Salah satu lembaga yang aktif melakukan rehabilitasi terumbu karang adalah Yayasan Karang Lestari Teluk Pemuteran (YKLTP) di Bali. Atas keberhasilannya mengubah desa Pemuteran dari 90% kerusakan terumbu karang akibat bom dan sianida menjadi tujuan wisata internasional.
Efek positifnya adalah membangkitkan perekonomian masyarakat dalam waktu 10-15 tahun, YKLTP dianugerahi Equator Prize oleh UNDP pada tahun 2012 dan menjadi 1st runner up oleh UNWTO tahun 2015.
Komang Astika, sebagai warga desa Pemuteran yang terlibat upaya Rehabilitasi sejak 17 tahun lalu ini diundang oleh UNDP Equator Initiative ke Markas Besar PBB di New York untuk bergabung dengan pembuat kebijakan dan ilmuwan dari seluruh dunia dalam mencari solusi atas permasalahan laut yang ada saat ini pada acara UN Ocean Conference yang berlangsung pada 5-9 Juni 2017.

“Ya, Yayasan (Karang lestari Teluk Pemuteran) harus terus melakukan hal ini, karena sangat bermanfaat bagi lingkungan dan masyarakat. Sebisa mungkin Pemerintah akan memberikan dukungan terhadap upaya yang sangat baik ini”, ujarnya.
Komang Astika yang juga tergabung dalam tim Biorock® Indonesia sudah membantu lebih dari 15 lokasi lain di Indonesia dalam melakukan rehabilitasi terumbu karang menggunakan teknologi Biorock®.
Yaitu teknologi menggunakan listrik searah bertegangan rendah yang ditemukan oleh Ilmuwan Jerman Prof. Wolf Hilbertz dan Amerika Serikat Thomas J. Goreau, PhD, yang dapat mempercepat tumbuhnya karang hingga 2-8x dan lebih tahan terhadap tekanan lingkungan.

Lebih Lanjut Deputi Havas menambahkan, “Dengan diundangnya Komang Astika ke Ocean Conference kali ini menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya memimpin dalam hal Rehabilitasi Terumbu Karang di Dunia.
Selain karena memiliki keanekaragaman karang yang paling tinggi di dunia, Rehabilitasinya juga paling berhasil dibandingkan negara-negara lain.
Saya rasa ini waktunya kita, Indonesia, sebagai poros maritim dunia, untuk dapat memberikan pelatihan atau lesson learned kepada negara-negara lain terkait rehabilitasi terumbu karang”
Pada tanggal 5 Juni 2017, Komang Astika menjadi panel Bersama pembuat kebijakan dan Ilmuwan dari Fiji, Bangladesh, Negara Asia Pasifik lain dalam mencari solusi terhadap permasalahan laut yang ada di dunia pada salah satu side-event yang diselenggarakan oleh UNESCAP.
Direncanakan pada tanggal 8 Juni ini, Komang Astika akan kembali menjadi panel Bersama perwakilan Pemerintah Indonesia membahas upaya perbaikan lingkungan khususnya terumbu karang berbasis masyarakat di Indonesia.
Acara diselenggarakan oleh UNDP Equator Initiative, bersifat tertutup serta tingkat tinggi, yang akan dihadiri pejabat negara, Ilmuwan, dan aktivis lingkungan dunia.
Komang Astika sangat berterima kasih atas kesempatan yang diberikan sehingga dapat bertemu dan berdiskusi langsung dengan Menko Maritim Luhut Pandjaitan dan Deputi I Bidang Kedaulatan Maritim Arif Havas Oegroseno.
Ia merasa bersyukur karena biasanya aktivis akar rumput yang bergerak langsung di lingkungan dan masyarakat sangat sulit untuk dapat bertemu dengan Pejabat di Kementerian. “Semoga nanti bisa ditindaklanjuti dengan baik di Indonesia setelah acara UN Ocean Conference ini”, tambahnya.
Untuk lebih lanjut mengenai keberhasilan Yayasan Karang Lestari Teluk Pemuteran dapat dilihat di sini dan di sini. Untuk mengetahui mengenai teknologi Biorock serta penerapannya di lebih 15 lokasi di Indonesia dapat dilihat di sini.