Youth Voice – ICRG sebagai wadah bagi suara generasi muda untuk berperan dalam konservasi terumbu karang yang berkelanjutan di Indonesia Coral Reef Garden-Nusa Dua
Nusa Dua, Bali (19/08). Indonesia yang terletak di segitiga terumbu karang dunia, memiliki 569 jenis karang, terbesar di seluruh dunia. Terumbu karang Indonesia mencakup 17.95 % luasan terumbu karang dunia (Spalding et al., 2001) dan lebih dari 36% mengalami kerusakan (LIPI, 2018).

“Pertumbuhkan karang disini sebesar 50-60% karena perawatan kurang, padahal indonesia punya kontribusi 75-80% karbon kredit itu berasal dari gambut, mangrove, hutan, terumbu karang dan rumput laut” Ungkap Luhut B. Pandjaitan.
Permasalahan muncul ketika sebagian besar kegiatan restorasi terumbu karang tidak berjalan secara berkelanjutan, tidak diketahui seberapa besar dampak dari kegiatan tersebut melalui perbandingan data yang terukur, dan kurangnya keterwakilan generasi muda dan perempuan dalam kegiatan tersebut. Padahal kita tahu bahwa generasi muda jumlahnya cukup besar, 28% dari total jumlah penduduk Indonesia. Di tangan merekalah nasib terumbu karang Indonesia akan ditentukan.
Diskusi Youth Voice ini yang merupakan paparan Program Scholar Reef kerjasama LSM Biorock Indonesia dengan Kemenkomarves, BPSPL, Pandu laut, dan Women’s Earth Alliance yang memberi kesempatan kepada generasi muda untuk meningkatkan Ilmu dan Keahlian di bidang konservasi laut serta memastikan masyarakat terutama kaum muda dan perempuan dapat terlibat secara langsung dan sadar bahwa pelestarian terumbu karang harus berkelanjutan dan memberikan dampak untuk generasi mendatang.
Pemaparan dari Scholar Reef yang di wakili oleh Jessika menyimpulkan hasil penelitiannya bahwa pentingnya keberlanjutan program rehabilitasi terumbu karang agar keberhasilan dalam konservasi dapat tercapai dan dinikmati oleh masyarakat.

“Masyarakat sebenarnya sadar atas pentingnya terumbu karang dan ikut terlibat dalam transplantasi terumbu karang, tapi di masa COVID 19 ini situasi semakin sulit karena masyarakat yang awalnya hidup dari industry pariwisata beralih menjadi nelayan”, ujar Jessika.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B Pandjaitan juga mendorong peran pemuda dan komunitas dan program Scholar Reef untuk terlibat aktif dalam ICRG, bersama-sama bekerja nyata dengan pemerintah.
“Ketahuilah bahwa saat ini Pemerintah Indonesia sedang membuka peluang sebesar-besarnya bagi kalian pemuda untuk membuat perubahan yang lebih baik.
ICRG menganggarkan dana restorasi terumbu karang yang juga bertujuan memberdayakan masyarakat yang terdampak COVID 19 dengan memberikan insentif untuk membantu keberlangsungna program rehabilitasi terumbu karang ini. Ungkap Menteri Koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Luhut Binsar Pandjaitan.

”Anggaran segera untuk tahun ini dalam konservasi terumbu karang. Segera pemerintah turun tangan dan juga ini dapat menjadi peluang ekonomi bagi warga yang terdampak COVID 19. Nelayan dan pekerja pariwisata di daerah ini untuk mendorong kegiatan ekonomi selama masa pandemi ini”, ungkap Menteri Kemenkomarves.
ICRG atau Coral Reef Restoration Garden adalah proyek kolaborasi Lembaga pemerintah, LSM, Komunitas dan masyarakat local dalam mensinergikan aspek ilmiah dan Sosial-Ekonomi dalam pengelolaan sumberdaya laut untuk kelestarian dan pemanfaatan yang berkelanjutan terutama untuk Edu-Eco Wisata.
Program ini didukung oleh berbagai stakeholder berkolaborasi untuk mengelola 204 Ha Coral Reef Garden yang membentang dari Nusa Dua hingga Sanur yang sudah dilakukan sejak tahun 2018.
Permana Yudiarso selaku Ketua Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut (BPSPL Denpasar) juga memaparkan kemajuan program ICRG yang di mana pertumbuhan karang di daerah selatan Nusa Dua sebesar 75% sedangkan di daerah utara pertumbuhannya kurang dari 50%. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor.
“Dalam merencanakan program rehabilitasi, kita harus memiliki siklus berkelanjutan. Melibatkan masyarakat dan menumbuhkan rasa kepemilikannya, diharapkan terciptanya terumbu karang yang sehat dan pesisir. Goal-nya adalah menumbuhkan bisnis baru, bisa dimulai dengan skala kecil seperti pariwisata berkelanjutan”, jelas P Tasya Karissa selaku Direktur Eksekutif Yayasan Biorock Indonesia.
“Kita harus berkolaborasi mengambil perannya masing-masing. bekerja bersama-sama dengan fokus apa yang bisa dikerjakan sekarang agar terciptanya dampak nyata untuk keberlangsungan konservasi dan juga keberlanjutan ekonomi di masa pandemi ini.” tutup Andreas A Hutahaean selaku kepala bidang pengelolaan Konservasi perairan dan pulau-pulau kecil Kemenkomarves.