Sudah sejak tahun 1987, kedua inisiator teknologi Biorock -Wolf Hilbertz dan Thomas J. Goreau- memulai misi besar untuk mengembalikan kembali terumbu karang yang hancur di berbagai tempat.
Memulai perjalanan dari Jamaica, dan berlanjut ke berbagai negara di Asia, keduanya tidak letih untuk membangun relasi, membuat struktur sampai bernegosiasi dengan masyarakat lokal untuk membangun struktur Biorock sebagai upaya restorasi terumbu karang. Sampai akhirnya berlabuh di wilayah Bali Utara, Desa Pemuteran pada tahun 1999.
Desa Pemuteran adalah salah satu desa termiskin di Indonesia pada tahun 1960an. Desa ini tandus dan lautnya tidak lagi biru dan tidak pula ada ikan. Kondisi yang sulit membuat masyarakat terus mengerus sumber daya alamnya hingga rusak dan tidak lagi dapat dimanfaatkan.
Di laut, bom dan racun sianida dilemparkan untuk membunuh ikan agar mudah ditangkap. Alhasil, ekosistem terumbu karang juga ikut hancur, padahal ekosistem inilah yang memberikan rumah dan tempat makan bagi ikan, udang, kerang dan spesies laut lainnya.
Berangkat dari kisah tersebut, kini Pemuteran adalah tempat restorasi terumbu karang dengan metode Biorock terbesar di dunia. Lebih dari seratus struktur Biorock di tanam di bawah lautnya, membentuk kembali ekosistem terumbu karang yang kaya dengan ikan dan spesies laut.
Bagi hitung-hitungan ekonomi, proyek ini telah membawa manfaat besar bagi masyarakat. Ekosistem terumbu karang yang kembali hidup menawarkan limpahan ikan untuk dikonsumsi dan panorama alam bawah laut untuk dinikmati.
Sebagai tujuan pariwisata yang populer di kalangan wisatawan lokal maupun mancanegara. Dari hal tersebut, kemudian bidang usaha seperti penginapan, restoran, pemandu wisata, toko dan bisnis penyelaman, mereka hidup dan menghidupi masyarakat lokal.
Jadi, mungkin keberlanjutan usaha konservasi bahkan dari segi ekonomi, dapat terwujud dengan pelibatan aktif masyarakat lokal. Desa Pemuteran telah membuktikan teorinya.